Alihwahana HISKI Jadi Magnet Festival Banjoewangi Tempo Doeloe 2025

Festival Banjoewangi Tempo Doeloe 2025 menampilkan lima karya alihwahana yang memikat, menghadirkan kolaborasi budaya dan literasi yang ditutup dengan sambutan Ketua Umum HISKI.

Sep 25, 2025 - 18:16
 0
Alihwahana HISKI Jadi Magnet Festival Banjoewangi Tempo Doeloe 2025

MNAINDONESIA.ID - Halaman Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi pada Rabu malam (24/9) menjadi sorotan, ketika Festival Banjoewangi Tempo Doeloe 2025 menghadirkan lima karya alihwahana yang memukau penonton.

Pertunjukan ini merupakan hasil kreativitas kolektif HISKI bersama seniman dan akademisi yang berhasil menghidupkan kembali kisah klasik Banyuwangi melalui seni pertunjukan modern.

Karya-karya yang ditampilkan meliputi “Sri Tanjung”, “Rengganis”, “Jaranan Buto”, “Gembrung”, dan “Tawang Alun”. Setiap karya disajikan dengan sentuhan unik, memadukan sastra, teater, musik, dan tari. Puncaknya adalah penampilan Tari Rempeg Jogopati yang dibawakan Tim Tawang Alun dengan iringan musik tradisi Joyo Karyo. Tarian ini menampilkan simbol doa, kekuatan, dan keberanian yang menggambarkan kepemimpinan legendaris Tawang Alun.

Selain pertunjukan, apresiasi diberikan kepada para kreator individu. Darmanto dinobatkan atas video “Jaranan Buto”, Aekanu Hariyono atas penafsiran “Sri Tanjung”, Samsudin Adlawi melalui cerpen “Jenazah Nang Gembrung”, serta Desy Ariyani yang menyedot perhatian lewat film pendek “Lelaku Sang Buto” yang terpilih sebagai karya favorit juri.

Kemeriahan sempat tertunda oleh hujan deras, namun justru menghadirkan suasana intim saat acara dilanjutkan dengan sarasehan budaya. Forum ini menghadirkan diskusi hangat bersama para narasumber, di antaranya Prof. Tengsoe Tjahyono dan budayawan Samsudin Adlawi, yang menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan tradisi melalui penulisan kreatif dan media modern.

Ketua HISKI Komisariat Banyuwangi, Nurul Ludfia Rochmah, M.Pd. dalam sambutannya menegaskan bahwa HISKI hadir sebagai ruang kreatif sekaligus laboratorium budaya. Ia menyoroti peran penting HISKI Pusat dalam mendukung digitalisasi tradisi lisan dan mendorong generasi muda untuk menekuni khazanah sastra Nusantara.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Dr. A. Taufik Rohman, M.Si., M.Pd., mengapresiasi semangat HISKI dalam menghidupkan kembali manuskrip dan tradisi lokal. Ia menilai festival ini sebagai bukti kolaborasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat yang mampu menghasilkan karya berdaya tarik tinggi sekaligus bernilai edukatif.

Acara ditutup oleh sambutan Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., yang menekankan bahwa karya-karya ini lahir dari proses panjang selama tujuh bulan. Ia menggambarkan perjalanan kreatif tersebut seperti “benih kecil yang tumbuh, berbunga, lalu berbuah lebat” berkat kerja kolektif para narasumber, penulis, dan seniman.

Prof  Novi menyampaikan apresiasi kepada sembilan narasumber, termasuk Pudentia, Kang Mumu, Yeni Artanti, Ari Ambarwati, Tengsoe Tjahyono, Ferry, Hasan Basri, Elvin, dan Samsudin Adlawi, yang berkontribusi menjaga ekosistem literasi.

Festival Banjoewangi Tempo Doeloe membuktikan bahwa karya sastra tak berhenti sebagai teks, tetapi bisa menjelma dalam rupa tarian, musik, dan pertunjukan yang dekat dengan masyarakat. Dengan pendekatan kreatif, tradisi yang nyaris terlupakan kembali hidup, sekaligus memberi inspirasi bagi pengembangan literasi budaya di masa depan.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow