Ayah Kace dan Simfoni Pengabdian

Dr. Kasman Hi Ahmad menyulam seni, kepemimpinan, dan pengabdian dalam petikan gitarnya, menarasikan Halmahera Utara sebagai panggung pengabdian untuk rakyat lewat program SETARA.

May 3, 2025 - 11:01
 0
Ayah Kace dan Simfoni Pengabdian

MNAINDONESIA.ID - Pada senja yang lembut di tanah utara Maluku, petikan gitar mengalun dari sebuah rumah yang tak sekadar tempat tinggal, ia adalah medan pengabdian. Di sana, Dr. Kasman Hi Ahmad, Wakil Bupati Halmahera Utara, merangkai nada yang bukan hanya merdu, tapi juga penuh makna.

Dalam setiap dentingan senar yang disentuh jemarinya, terselip pesan tentang cinta tanah kelahiran, tentang janji yang telah diikrarkan kepada rakyat di Rumah Besar Hibualamo, jantung adat dan persatuan Halmahera Utara.

Bukan kebetulan jika pria yang akrab disapa Ayah Kace itu menjadikan musik sebagai bahasanya. Di saat kata kadang tak cukup menjelaskan niat dan cinta pada kampung halaman, melodi hadir sebagai jembatan jiwa. Gitar bukanlah sekadar hobi. Ia adalah medium yang mengikat batin antara pemimpin dan rakyatnya. Dalam musik, ia memeluk Halmahera Utara, dalam kepemimpinan, ia melayani dengan cinta.

Namun, Ayah Kace bukan hanya seorang seniman jiwa. Ia adalah penggerak, pelayan, dan pengayom rakyat Halut. Bersama Bupati Dr. Piet Hein Babua, ia mengusung Program SETARA, sebuah manifestasi keberpihakan terhadap rakyat kecil, anak petani, nelayan, guru di pelosok, dan generasi muda yang bermimpi besar. SETARA bukan jargon kosong; ia adalah jalan yang sedang dibentangkan, dari pulau ke pulau, dari dusun terpencil hingga pusat kabupaten.

Dalam benaknya, jabatan bukan mahkota. Ia adalah beban suci yang harus dijawab dengan karya, bukan sekadar kata. 

“Saya tidak ingin menemui Tuhan kelak dengan tangan kosong,” ucapnya pada suatu malam, usai menuntaskan dialog dengan koleganya.

Kalimat itu tidak lahir dari panggung kampanye, tetapi dari keikhlasan seorang anak Togale yang tumbuh dari kerasnya hidup.

Hibualamo, rumah adat kebesaran orang Halut, menjadi kompasnya. Ia bukan bangunan kosong, tetapi filosofi tentang gotong royong, keadilan, dan kesatuan. Dari nilai-nilai itu, kepemimpinan Ayah Kace lahir. Setiap program, setiap kunjungan lapangan, setiap keputusan yang diambil, berakar dari satu nilai: keadilan untuk semua, bukan hanya yang dekat dengan kekuasaan.

Maka jangan heran bila suatu pagi, Ayah Kace ditemukan sedang bercengkerama dengan petani cengkeh, dan sore harinya berdiskusi dengan generasi muda di Tobelo. Lusanya di Malifut, pekan berikut di Galela dan berlanjut di Loloda.  Kepemimpinannya lintas batas; antara rakyat dan pemerintah, antara tradisi dan modernitas, antara kebijakan dan kebudayaan.

Energi yang terpancar dari dirinya bukan berasal dari ambisi politik, tapi dari cinta yang tak kenal lelah. Musik, bagi Ayah Kace, bukan pelarian dari penat, melainkan oase yang memulihkan, mengingatkan bahwa di tengah laporan pembangunan dan grafik ekonomi, ada hati rakyat yang butuh disentuh. Ada harapan yang perlu disapa, bukan dengan formalitas, tapi dengan kehangatan.

Di bawah langit Halmahera Utara yang biru, pada angin yang membawa harum laut dan cengkeh, suara gitarnya tetap terdengar. Ia bernyanyi untuk rakyatnya. Ia bekerja dengan sepenuh jiwa. Karena bagi Ayah Kace, mengabdi adalah seni tertinggi. 

Dan Halmahera Utara, dengan segala lukisan alam dan kearifan budayanya, adalah panggung yang sempurna untuk sebuah simfoni kepemimpinan: Apa itu? jujur, bersahaja, dan mengakar.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow