Eks Menteri KKP Ungkap Ulasan Penundaan Regulasi Penangkapan Ikan Terukur

Jan 5, 2024 - 11:30
Jan 5, 2024 - 11:36
 0
Eks Menteri KKP Ungkap Ulasan Penundaan Regulasi Penangkapan Ikan Terukur
Menteri Kelautan & Perikanan RI 2001-2004, Prof Rokhim Dahuri (dok: istimewa)

Menteri Kelautan & Perikanan RI 2001-2004, Prof Rokhim Dahuri menilai kebijakan mengenai penangkapan ikan terukur sangat baik karena Sumber Daya Perikanan sebagai milik negara yang harus dikelola secara terukur agar tidak terjadi pengelolaan open access yang dapat berujung pada overfishing.

Pernyataan Prof Rokhmin ini buntut dari kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kembali menunda pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.

Relaksasi pelaksanaan penangkapan ikan terukur Lewat Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.1954/MEN-KP/XI/2023 antara lain menunda pelaksanaan kuota penangkapan ikan dan sertifikat kuota dari yang awalnya dimulai pada musim penangkapan ikan tahun 2024 menjadi diundur pada 2025.

"Siapa saja, kapan saja boleh menangkap ikan. Jika tidak di atur, akan terjadi yang namanya overfishing atau kelebihan tangkap. Lama kelamaan kalau itu dibiarkan ikan menjadi punah," ucap Prof. Rokhmin menanggapi polemik pengunduran kembali penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam siaran Squawk Box Foodagri Insight bertema Lagi dan Lagi, Penangkapan Ikan Terukur Ditunda, Sampai Kapan?, CNBC Indonesia, Kamis, 4 Januari 2024.

Maka, lanjutnya, dari segi kelestarian sesungguhnya sangat bagus untuk memastikan bahwa yang ditangkap oleh nelayan seluruh Indonesia itu lebih kecil daripada di atas tangkapan ikan yang dibolehkan yaitu 80 persen dari potensi produk lestari.

Yang dimaksud terukur, kata Prof. Rokhmin, seluruh penangkapan seluruh nelayan Indpnesia harusnya dicatat. Supaya pemerintah bisa memantau apakah dengan kuota sebagai upaya hasil penangkapan menurun, stagnan atau malah meningkat.

"Kalau meningkat berarti kuotanya boleh ditingkatkan. Kalau mendatar dibiarkan saja. Sebaliknya kalau menurun kuotanya terus dikurangi," kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu.

Jadi, sambungnya, dari segi dasar ilmiah maksud pemerintah sudah sangat baik. Dengan kelestarian sumber daya itu seharusnya nelayan bisa sejahtera sepanjang sarana produksi, perizinan dipermudah, kemdudian hasil tangjapan nelayan dijamin bisa dipasarkan.

Kedua, akibat kurang terlibatnya stakeholder maka timbul prasangka. Nelayan lokal khawatir kalau bersaing dengan kapal-kapal modern yang beroperasi di lokasinya. Berikutnya bagaimana ikan yang ditangkap di daratkan sesuai dengan lokasi penangkapan ikan.

Jadi kalau menangkap ikan di Arapura mendaratkan di daerah Maluku. Padahal disana pelabuhannya belum siap, pembelinya belum ada, industri pengolahan belum ada. sehingga harga ikan nya akan rendah sekali. Kemudian juga kekhawatiran dominasi nelayan asing.

Kemudian mungkin yang menjadi masalah utama adalahnya mahalnya pungutan hasil perikanan.

"Saya kira ini miskomunikasi dan itulah implikasi delay sampai tiga tahun dan itu sangat disayangkan, kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia," pungkas Prof Rokhmin.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow