Cegah Berita Hoaks, 4 Akademisi ini Lakukan Abdimas di SMP-SMA Al-Ghurabaa Jakarta

Remaja di Indonesia saat ini menjadi kelompok yang paling rentan terkena hoaks. Selain menjadi korban konsumsi Hoaks atau berita bohong, biasanya remaja juga rentan untuk ikut menjadi penyebar berita hoaks melalui berbagai macam media sosial.
Data Kementerian Kominfo, di akhir tahun 2016 ada 800 ribu situs yang terindikasi menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Hoaks banyak disebar terutama melalui media sosial. Berdasarkan hasil survei dari Perusahaan Riset We Are Social di tahun 2017, 18 % pengguna media sosial berusia 13 -17 tahun, yang merupakan usia pelajar.
Menyadari rentannya pelajar menjadi target konsumen berita bohong atau hoaks, maka 4 Akademisi dari Universitas Borobudur, Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Cirebon dan Universitas MNC terpanggil dari dalam lubuk hati yang paling dalam untuk memberikan edukasi yang tepat kepada generasi muda agar tidak terjebak pada berita hoaks.
Nuryansyah Adijaya (Universitas Borobudur) selaku Ketua Tim Abdimas bersama anggotanya; Yasir Riady (Universitas Terbuka), M. Natsir Amir (Universitas Muhmmadiyah Cirebon), dan Yuliana Fatima Dayana (Universitas MNC) menggelar pengabdian masyarakat (Abdimas) di SMP-SMA Al-Ghurabaa Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2024.
Adijaya mengatakan, dengan akses informasi yang begitu mudah, remaja sering kali menjadi target penyebaran informasi yang tidak benar. Berita hoaks dapat memengaruhi pola pikir dan perilaku mereka, sehingga dibutuhkan upaya serius untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan literasi media di kalangan remaja.
Adijaya menyampaikan bahwa upaya pencegahan berita hoaks dengan memberikan pemahaman yang jelas tentang apa itu hoaks mesti terus digiatkan.
Hal ini sangat penting karena para peserta didik, khususnya kalangan SMP dan SMA perlu diajarkan untuk mengenali ciri-ciri berita hoaks, seperti sumber yang tidak jelas, judul yang provokatif, dan informasi yang tidak dapat diverifikasi. Dengan pemahaman yang baik, mereka akan lebih kritis terhadap informasi yang diterima.
" Kehadiran kami di Komplek Pendidikan Al-Ghurabaa adalah panggilan jiwa yang melihat dinamika hoaks begitu membahayakan. Maka dari itu, penting bagi remaja untuk diedukasi untuk menfilter setiap informasi yang ditemui di internet. Upaya untuk mencari sumber informasi yang kredibel, cara memeriksa fakta, dan bagaimana mengidentifikasi berita yang tidak benar. Dengan keterampilan ini, remaja dapat menjadi konsumen informasi yang lebih cerdas," ujar Adijaya.
Selain itu, Adijaya mendorong pihak sekolah juga penting melibatkan orang tua dalam pencegahan berita hoaks.
Guru diminta sesering mungkin berkomunikasi dengan orang tua via group whatsup untuk sharing informasi terkait perkembangan peserta didik, bisa melalui pesan langsung atau group wa. Komunikasih yang baik adalah wujud dari atensi yang sustainable.
Perlu diketahui, setiap siswa memiliki tantangan dan kesulitan yang berbeda dalam proses belajar. Dalam hal ini, perhatian dan dukungan dari guru sangat dibutuhkan. Dengan memberikan nasihat yang tepat, guru dapat membantu siswa mengatasi permasalahan yang mereka hadapi, baik itu di sekolah maupun dalam kehidupan pribadi. Dukungan ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri siswa, tetapi juga mendorong mereka untuk tetap berusaha meskipun menghadapi rintangan.
Apalagi di era digital saat ini, kata Nuryansayh, informasi dapat diakses dengan sangat mudah dan cepat. Namun, tidak semua informasi yang kita temui di internet adalah akurat atau benar.
Oleh karena itu, perhatian sang guru akan berimplikasi kepada kemajuan peserta didik , khususnya siswa SMP-SMA untuk bijak dalam memilih sumber informasi.
Memahami dari mana informasi berasal dan siapa yang menyebarkannya adalah langkah awal yang krusial untuk menghindari penyebaran hoaks.
Adijaya pun berpesan agar para peserta didik berupaya semaksimal mungkin memastikan informasi yang di terima adalah valid adalah dengan mengecek sumbernya. Informasi dari lembaga resmi, media terpercaya, atau pakar di bidangnya biasanya lebih dapat diandalkan.
" Semoga para siswa-siswi perlu membiasakan diri untuk membaca lebih jauh dan tidak langsung mempercayai berita yang viral tanpa melakukan verifikasi. Mengetahui cara mengevaluasi informasi adalah keterampilan penting yang harus dimiliki," tutup Adijaya.
What's Your Reaction?






