Hadiri Bedah Buku SAS Institute, Prof Rokhmin Minta Pemimpin Beri Contoh yang Baik

Ketua Dulur Cirebon, Prof Rokhmin Dahuri didaulat menjadi narasumber di bedah buku “Kiai Pesantren Membangun Peradaban: 70 Tahun Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA”., Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Dalam paparannya, Prof Rokhmin mengapresiasi buku yang ditulis oleh Direktur Eksekutif SAS (Said Aqil Siroj) Institute Sa'dullah Affandy yang mengulas secara komprehensif pemikiran Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA serta beragam dinamika bangsa yang mesti mendapatkan perhatian bersama.
Sebagai Ketua Dewan Pakar SAS, Prof Rokhmin menilai kondisi bangsa saat ini sedang tidak baik-baik saja. Misalnya, pendapatan per kapita masyarakat yang minim, tenaga kerja kurang berkualitas, SDM yang belum capable, kondisi pertanian, kehutanan, kelautan, perikanan, hingga prilaku pemimpin yang sejatinya menjadi contoh baik, tapi yang terjadi justru memberikan kesan kurang baik.
Menurut Prof Rokhmin, potret pemimpin yang gemar membagi-bagi sembako, bansos, kaos bahkan duit dengan niat terselubung justru dielu-elukan oleh warga sebagai good leader, padahal itu worst leader.
Akhir-akhir ini rakyat dipertontonkan dengan politik pencitraan mulai dari aksi menanam padi, pertemuan politik di warung pecel lele, hingga pagelaran konser.
Maksud para elite politik pun dapat dengan mudah ditebak, yakni mendapat identitas wong cilik, mendulang dukungan kalangan petani, hingga dekat dengan kalangan muda, kelompok yang berjumlah signifikan pada pemilu.
Tak ayal, bentuk-bentuk lain politik pencitraan akan semakin beragam hingga 2024. Walau tidak sedikit pula tindakan politik pencitraan berujung ejekan. Ketidaksesuaian gaya politik elite justru menjadi cibiran, sehingga semakin membuktikan tindakan yang dilakukannya hanya sekedar skenario semata.
Persis yang dikatakan Walter Lippman bahwa citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang (pictures in our heads) dan itu tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya.
" Saya prihatin melihat kondisi bangsa saat ini, ekonomi gak maju, mental pemimpinnya miskin, ngajarin instan," ujar Prof Rokhmin di bedah buku “Kiai Pesantren Membangun Peradaban: 70 Tahun Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA”., Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Selanjutnya, Prof Rokhmin berdoa kepada Allah SWT semoga Indonesia kedepannya diberikan Strong Leader yang memberikan contoh baik.
Diharapkan pula, tidak ada lagi pemimpin bangsa yang tidak kembali mempertontonkan praktik-praktik "bagi-bagi sembako yang dibungkus dengan nama bansos dan aksi-aksi pencitraan yang sesungguhnya sangat destruktif.
Untuk itu, Guru Besar IPB University ini pun mengungkapkan 4 rumus negara maju dan makmur yang bisa diterapkan di Indonesia.
Pertama adalah bangsa itu harus punya konsep pembangunan. Namun yang terjadi pembangunan fisik tidak selaras dengan indeks pembangunan manusia.
Infrastruktur sering kali dikembangkan di kawasan perkotaan atau daerah dengan potensi ekonomi tinggi, meninggalkan daerah-daerah pedesaan atau terpinggirkan tanpa akses yang memadai ke layanan dasar. Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam pembangunan manusia antara berbagai wilayah.
Dalam beberapa kasus, keputusan terkait pembangunan infrastruktur mungkin diambil tanpa memadukan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini dapat mengakibatkan proyek-proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya atau tidak mendukung peningkatan kesejahteraan manusia.
Kedua adalah bahwa kualitas sumber daya manusianya harus unggul. SDM yang berkualitas tinggi dapat menjadi salah satu faktor kunci dalam membentuk kemajuan suatu negara. SDM yang terdidik dan terlatih dengan baik memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian dan inovasi. Inovasi ini dapat mendorong kemajuan dalam berbagai sektor, termasuk teknologi, kedokteran, dan industri.
SDM yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang tinggi cenderung lebih produktif. Produktivitas yang tinggi dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung pembangunan negara.
Ketiga adalah harus adanya good governance. Dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasan akan semakin meningkat.
Good governance menghendaki pemerintahan dijalankan dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik, seperti transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara.
Oleh karena itu, good governance mensyaratkan adanya pengawasan yang dilakukan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di bawah lingkup organisasi yang bersangkutan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh unit pengawasan di luar organisasi yang bersangkutan.
Dalam mendukung good governance, maka fungsi pengawasan internal pemerintah dan fungsi pemeriksa eksternal pemerintah harus berjalan pada fungsi masing-masing, namun tetap terkoordinasi, sehingga mencapai pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara yang efisien dan efektif, bermanfaat bagi auditee dalam mewujudkan program dan tujuan yang telah ditetapkan secara efektif, efisien dan ekonomis.
Keemapat adalah masyarakatnya harus meritrokasi. Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Salah satu pilar yang mendukung pembangunan Indonesia 2045 adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Namun realitasnya meritokrasi di era reformasi dijalankan secara serampangan. Meritokrasi belum dipraktikkan sepenuhnya dalam sistem rekrutmen dan regenerasi, sampai penetapan calon kepala daerah, bahkan calon presiden. Personalisasi figure atau politik ketokohan masih sangat kuat.
Wabil khusus, penetapan Cawapres di 2024 yang telah membungkam konstitusi dan terkesan dipaksakan. Bagaimana proses rekrutmen kepemimpinan berdasarkan kapabilitas dan integritas sesuai prinsip meritokrasi sehingga organisasi pemerintahan dijalankan di bawah pemimpin yang layak atau pantas karena memenuhi karakter kepemimpinan.
Untuk menduduki jabatan politik atau jabatan public tentu tetap tidak bisa dilepaskan dari aspek kompetensi. Figur yang dipilih sepatutnya adalah yang memenuhi kualifikasi tertentu untuk menjalankan secara langsung proses pengambilan keputusan.
Keempat syarat negara maju diatas, kata Prof Rokhmin, telah dibahas di dalam buku yang terdiri dari lima bab ini. Membaca buku ini serasa membawa siapapun menyelami oase dinamika keumatan, keindonesiaan hingga perjalanan bangsa dari waktu ke waktu.
Namun, dalam buku ini tidak hanya deretan masalah yang dibahas tapi juga solusi sehingga layak dibaca.
Pada kesempatan itu, Prof Rokhmin juga mengapresiasi Prof Komarudin selaku Rektor UNJ beserta pimpinan di lingkungan UNJ yang sudah bekerjasama dengan SAS Institute untuk mendukung bedah buku tersebut.
Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh dosen dan mahasiswa di lingkungan UNJ, tokoh agama, perwakilan organisasi masyarakat (ormas), insan media, dan masyarakat umum.
What's Your Reaction?






